Siapa yang tidak kenal dengan uang kertas bernilai Rp. 1.000,-, yang berhiaskan gambar seorang tokoh pahlawan nasional yang berasal dari kepulauan Maluku?
Tokoh ini tidak lain bernama Ahmad Lussy, tetapi Indonesia lebih mengenalnya dengan nama Thomas Mattulessy alias Pattimura.
Seorang patriot yang berjiwa besar, berwatak teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh.
Artikel kali ini, menyajikan tentang biografi singkat Kapitan Ahmad Mattulessy, yang dibagi atas:
A. KEKELIRUAN YANG MENJADI SEJARAH
B. FAKTA SEBENARNYA
C. PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAH
D. AKHIR HAYAT
-*-
A. KEKELIRUAN YANG MENJADI SEJARAH
Hampir 80 tahun sudah, biografi Ahmad Lussy telah terdistorsi oleh kekeliruan penulisan sejarah versi pemerintah. Sebut saja antara lain dari M. Sapidja, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura.
Penelitian para sejarahawan menemukan beberapa kekeliruan didalam buku tersebut, seperti:
1. SAHALAU NAMA SEORANG RAJA
M. Sapidja menulis,
“Pattimura lahir di Saparua, beliau tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau.”
Padahal ‘Sahulau’ bukan-lah nama seorang raja, akan tetapi nama sebuah kesultanan yang terletak di teluk Seram Selatan.
2. PENAMBAHAN MARGA PATTIMURA DAN MATTULESSY
Kenyataannya di negeri Sahulau kala itu, tidak ada marga Pattimura atau-pun Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman.
Adapun sebutan PATTIMURA adalah julukan yang diberikan kepada Ahmad Lussy, karena perjuangannya pada saat itu. Barulah setelah ia wafat, sebutan Pattimura kemudian menjadi nama marga. Dan rata-rata orang yang bermarga Pattimura beragama Islam.
Sedangkan sebutan MATTULESSY, adalah cara pengucapan kolonial Belanda dalam menyebut Ahmad Lussy: ‘Mat Lussy’. Lalu Belanda menamai Pattimura dengan Thomas, karena kekerasan hatinya.
Jadi Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku.
3. GELAR KAPITAN
Kekeliruan juga terjadi pada sebutan KAPITAN yang menempel pada Pattimura. Menurut M. Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda, padahal bukan.
Pemberian gelar Kapitan, sebenarnya berawal dari tradisi leluhur yang meyakini adanya kekuatan-kekuatan alam. Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, sehingga seseorang bisa jadi memiliki kesaktian khusus. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci.
Kala itu seorang pemimpin yang memiliki kesaktian maka ia akan dianggap memiliki kharisma, yang oleh rakyat Maluku diberi gelar KAPITAN.
-*-
B. FAKTA KEBENARAN
Ahmad Lussy atau oleh rakyat Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Barat. Ia adalah seorang bangsawan dari Kesultanan Sahulau, yang diperintah Sultan Abdurrahman. Sultan ini dikenal juga dengan sebutan Sultan Kasimillah (Qasim Allah yang artinya Pembantu Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Menurut sejarawan Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara (guru besar sejarah di Universitas Pajajaran, Bandung), Mat Lussy adalah seorang Muslim yang tha’at. Sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu rata-rata pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.
Pada saat itu, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo.
Saking begitu banyaknya ‘kerajaan kepulauan’, sehingga orang Arab yang bermuhibah ke kawasan ini menyebutnya dengan nama Jaziratul Muluk (Negeri Para Raja).
Sebutan ini kelak dikenal dengan MALUKU.
-*-
Tokoh ini tidak lain bernama Ahmad Lussy, tetapi Indonesia lebih mengenalnya dengan nama Thomas Mattulessy alias Pattimura.
Seorang patriot yang berjiwa besar, berwatak teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh.
Artikel kali ini, menyajikan tentang biografi singkat Kapitan Ahmad Mattulessy, yang dibagi atas:
A. KEKELIRUAN YANG MENJADI SEJARAH
B. FAKTA SEBENARNYA
C. PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAH
D. AKHIR HAYAT
-*-
A. KEKELIRUAN YANG MENJADI SEJARAH
Hampir 80 tahun sudah, biografi Ahmad Lussy telah terdistorsi oleh kekeliruan penulisan sejarah versi pemerintah. Sebut saja antara lain dari M. Sapidja, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura.
Penelitian para sejarahawan menemukan beberapa kekeliruan didalam buku tersebut, seperti:
1. SAHALAU NAMA SEORANG RAJA
M. Sapidja menulis,
“Pattimura lahir di Saparua, beliau tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau.”
Padahal ‘Sahulau’ bukan-lah nama seorang raja, akan tetapi nama sebuah kesultanan yang terletak di teluk Seram Selatan.
2. PENAMBAHAN MARGA PATTIMURA DAN MATTULESSY
Kenyataannya di negeri Sahulau kala itu, tidak ada marga Pattimura atau-pun Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman.
Adapun sebutan PATTIMURA adalah julukan yang diberikan kepada Ahmad Lussy, karena perjuangannya pada saat itu. Barulah setelah ia wafat, sebutan Pattimura kemudian menjadi nama marga. Dan rata-rata orang yang bermarga Pattimura beragama Islam.
Sedangkan sebutan MATTULESSY, adalah cara pengucapan kolonial Belanda dalam menyebut Ahmad Lussy: ‘Mat Lussy’. Lalu Belanda menamai Pattimura dengan Thomas, karena kekerasan hatinya.
Jadi Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku.
3. GELAR KAPITAN
Kekeliruan juga terjadi pada sebutan KAPITAN yang menempel pada Pattimura. Menurut M. Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda, padahal bukan.
Pemberian gelar Kapitan, sebenarnya berawal dari tradisi leluhur yang meyakini adanya kekuatan-kekuatan alam. Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, sehingga seseorang bisa jadi memiliki kesaktian khusus. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci.
Kala itu seorang pemimpin yang memiliki kesaktian maka ia akan dianggap memiliki kharisma, yang oleh rakyat Maluku diberi gelar KAPITAN.
-*-
B. FAKTA KEBENARAN
Ahmad Lussy atau oleh rakyat Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Barat. Ia adalah seorang bangsawan dari Kesultanan Sahulau, yang diperintah Sultan Abdurrahman. Sultan ini dikenal juga dengan sebutan Sultan Kasimillah (Qasim Allah yang artinya Pembantu Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Menurut sejarawan Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara (guru besar sejarah di Universitas Pajajaran, Bandung), Mat Lussy adalah seorang Muslim yang tha’at. Sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu rata-rata pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.
Pada saat itu, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo.
Saking begitu banyaknya ‘kerajaan kepulauan’, sehingga orang Arab yang bermuhibah ke kawasan ini menyebutnya dengan nama Jaziratul Muluk (Negeri Para Raja).
Sebutan ini kelak dikenal dengan MALUKU.
-*-
C. PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAH BELANDA
Pada tahun 1817, Ahmad Lussy dan pasukannya berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan kemudian meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu-lah Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta.
Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda.
Perlawanan rakyat tersebut terekam dalam tradisi lisan Maluku yang dikenal dengan ’Petatah-Petitih’, yang berbunyi sebagai berikut;
Yami Patasiwa Yami Patalima
Yami Yama'a Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami yama'a Kapitan Mat Lussy
Isa Nusa messe Hario,Hario,
Manu rusi'a yare uleu uleu
'oManu yasamma yare uleu-uleu
'oTalano utala yare uleu-uleu
'oMelano lette tuttua murine
Yami malawan sua mena miyo
Yami malawan sua muri neyo
Artinya,
“Kami Patasiwa Kami Patalima.
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy.
Semua turun ke kota Saparua,
berperang dengan Kompeni Belanda.
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy,
menjaga dan mempertahankan semua pulau-pulau ini.
Tapi pemimpin sudah dibawa ditangkap.
Mari pulang semua ke kampung halaman masing-masing.
Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy) sudah pulang-sudah pulang.
Burung-burung talang (laskar-laskar sekutu pulau-pulau) sudah pulang-sudah pulang.
Ke kampung halaman mereka di balik Nunusaku.
Kami sudah perang dengan Belanda mengepung mereka dari depan dan dari belakang.
Kami sudah perang dengan Belanda memukul mereka dari depan dan dari belakang.”
Tradisi lisan diatas, justru lebih bisa dipertanggung jawabkan ke-absah-annya daripada data tertulis dari Belanda yang cenderung menyudutkan pahlawan Indonesia.
-*-
D. AKHIR HAYAT
Nunu oli
Nunu seli
Nunu karipatu
Patue karinunu
“Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar. Dan setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya.
Nunu oli
Nunu seli
Nunu karipatu
Patue karinunu
“Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar. Dan setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya.
Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu besar. Dan setiap batu besar akan terguling, tetapi batu lain kelak akan menggantinya.”
Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Kapitan Ahmad Lussy, pada tanggal 16 Desember 1817 di tiang gantungan, sebelum eksekusi mati dijalankannya beserta kawan-kawan seperjuangannya.
Nama Pattimura sampai saat ini tetap harum. Namun sayangnya nama Thomas Mattulessy lebih dikenal daripada Ahmad Lussy atau Mat Lussy.
--***--
SUMBER
1. “Sedjarah Perdjuangan Pattimura”, M. Sapidja, 1954.
2. “Api Sejarah”, Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara, Salamadani Pustaka Semesta, 2009.
==========================================
LAMBANG BULAN SABIT DAN BINTANG
Hampir disetiap bangunan masjid, didunia ini, Lambang Bulan Sabit dan Bintang, pasti menghiasi ujung kubah masjid. Mungkin diantara qt menganggap hal ini telah menjadi satu bagian dalam ajaran agama Islam.
Disinilah terjadi kesalah-pemahaman, dimana penggunaan lambang ini tidak pernah diperintahkan Allah Azza wa Jalla didalam Al-Qur’an atau disabdakan Rasulullah saw., maupun dipakai para shahabat pada masa mula-mula Islam tersebar.
Pada masa zaman Rasulullah saw. dan para khalifah setelahnya, tidak dikenal adanya sebuah lambang untuk agama Islam. Beliau hanya menggunakan panji-panji yang sangat sederhana berupa lambang-lambang biasa pada bendera atau umbul-umbul, dengan warna; hijau, putih atau hitam; disertai tulisan Arab, sebagai penguat iman dan penyemangat bagi para pejuang Muhajirin, saat peperangan menghadapi para Kafirin.
Adapun pemakaian Lambang Bulan Sabit dan Bintang, dimasyurkan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih yang lebih dikenal dengan Sultan Mahmud II (1444-1445 dan 1451-1481) dari Bani Utsmaniyah yang memerintah Kesultanan Turki Utsmaniyah atau lebih dikenal dengan sebutan Kekaisaran Turki Ottoman, setelah berhasil menaklukan Kota Konstantinopel (Istambul sekarang) pada tanggal 29 Mei 1453, dari kekuasaan Kekaisaran Romawi.
Penggunaan Lambang Bulan Sabit dan Bintang sebenarnya adalah lambang Kekaisaran Turki Ottoman, seperti Burung Garuda dan Perisai Pancasila yang tergantung pada leher burung, yang qt sebut Garuda Pancasila, yang merupakan lambang Negara Indonesia.
Arti dari Lambang Bulan Sabit dan Bintang sendiri adalah,
Disinilah terjadi kesalah-pemahaman, dimana penggunaan lambang ini tidak pernah diperintahkan Allah Azza wa Jalla didalam Al-Qur’an atau disabdakan Rasulullah saw., maupun dipakai para shahabat pada masa mula-mula Islam tersebar.
Pada masa zaman Rasulullah saw. dan para khalifah setelahnya, tidak dikenal adanya sebuah lambang untuk agama Islam. Beliau hanya menggunakan panji-panji yang sangat sederhana berupa lambang-lambang biasa pada bendera atau umbul-umbul, dengan warna; hijau, putih atau hitam; disertai tulisan Arab, sebagai penguat iman dan penyemangat bagi para pejuang Muhajirin, saat peperangan menghadapi para Kafirin.
Adapun pemakaian Lambang Bulan Sabit dan Bintang, dimasyurkan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih yang lebih dikenal dengan Sultan Mahmud II (1444-1445 dan 1451-1481) dari Bani Utsmaniyah yang memerintah Kesultanan Turki Utsmaniyah atau lebih dikenal dengan sebutan Kekaisaran Turki Ottoman, setelah berhasil menaklukan Kota Konstantinopel (Istambul sekarang) pada tanggal 29 Mei 1453, dari kekuasaan Kekaisaran Romawi.
Penggunaan Lambang Bulan Sabit dan Bintang sebenarnya adalah lambang Kekaisaran Turki Ottoman, seperti Burung Garuda dan Perisai Pancasila yang tergantung pada leher burung, yang qt sebut Garuda Pancasila, yang merupakan lambang Negara Indonesia.
Arti dari Lambang Bulan Sabit dan Bintang sendiri adalah,
- Bulan Sabit adalah: 3 benua yang berada dalam kekuasaan Kesultanan Turki Utsmaniyah.
- Ujung bulan sabit yang atas, adalah benua Asia.
- ujung bulan sabit yang bawah adalah benua Afrika
- lengkungan tengah bulan sabit adalah benua Eropa.
- Bintang adalah: Kesultanan Turki Utsmaniyah dengan ibukotanya Istambul yang artinya Kota Islam.
Istambul sendiri dahulunya adalah Byzantyum (pada masa Yunani Kuno), lalu berubah menjadi Konstantinopel pada masa pendudukan Kekaisaran Romawi.
Pada masa itu, kemasyuran dan ekspansi Bani Utsmaniyah sebagai penguasa Kekaisaran Turki Ottoman yang meliputi 3 benua, yaitu Asia, Eropa dan Afrika, membuat lambang kesultanan ini menjadi terkenal.
Lambang ini menghiasi bendera dan umbul-umbul iring-iringan pasukan Kesultanan Ottoman, acap kali melakukan kunjungan kenegaraan atau dalam melakukan ekspansi.
Sejujurnya memang harus qt akui, pada masa Kesultanan Turki Utsmaniyah inilah, Islam kembali berjaya.
Ratusan tahun lamanya (1299–1923), Kekhalifahan Bani Utsmaniyah mengayomi kaum muslimin di Asia, Eropa dan Afrika. Hal ini turut mempengaruhi negeri-negeri Islam lainnya. Mereka mulai memandang Kesultanan Turki Utsmaniyah sebagai kiblatnya mode kehidupan saat itu. Hal ini dapat dilihat pada bentuk masjid-masjid yang dipasangi kubah dan menara. Perhatian ini juga tidak luput pada lambang bulan sabit dan bintang, yang kemudian menjadi lambang populer umat Muslim.
Apalagi setelah lambang kesultanan ini kemudian diresmikan menjadi lambang Negara Turki Moderen oleh Mustafa Kemal Pasha atau yang lebih dikenal sebagai Mustafa Kemal Atatürk, presiden pertama negara ini, yang mengawali tugasnya pada tanggal 29 Oktober 1923. Dimana lambang ini menyertai bendera negara Turki.
Ironi-nya, dikarenakan lambang ini datangnya dari sebuah kerajaan Islam, maka banyak orang mengindetikkannya sebagai lambang dalam agama Islam.
Jadilah lambang bulan sabit dan bintang menjadi ’trade mark’ atau lambang legasi umat Muslim.
Jelaslah kini bahwa LAMBANG BULAN SABIT DAN BINTANG BUKAN LAMBANG AGAMA ISLAM, MELAINKAN LAMBANG SEBUAH NEGARA (Turki).
--***--
Disadur dari berbagai Sumber.
==========================================
sapija masih ejaan lama(ejaan Suwandi) bukan sapidja,dibaca sapiya dlm ejaan sekarang(EYD)
BalasHapus