"Tokoh pahlawan sekaliber HR Rasuna Said saja,
tetap mendukung, dan membantu jalannya revolusi,
serta tegaknya Republik Indonesia
yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945"
~ Ir. Soekarno ~
Tidak itu saja dalam pujiannya, Sukarno juga memuji Rangkayo sebagai Srikandi Indonesia, atas kegigihannya berjuang menentang penjajahan, juga ketangguhan mentalnya, meski sempat diringkus Belanda dan dijebloskan ke penjara.
Siapakah Hajjah Rangkayo Rasuna Said? Mengapa namanya begitu masyur, hingga diabadikan menjadi nama jalan yang membentang 4,9 km, dari Menteng, di Jakarta Pusat, hingga Mampang Prapatan, di Jakarta Selatan?
Mari qt simak kisahya berikut ini...
-*-
PROFIL
Gadis bangsawan Minang, penerus RA. Kartini ini, bernama Hajjah Rangkayo Rasuna Said. Ia lahir pada tanggal 14 September 1910 di Panyinggahan, Maninjau, Agam, Sumatera Barat. Ayahnya bernama Muhammad Said, seorang saudagar Minangkabau dan mantan aktivis pergerakan.
-*-
MASA PENDIDIKAN
1917
Pendidikan awalnya, Rangkayo lewatkan di Madrasah Ibtida’iyah, di kota kelahirannya, Panyinggahan.
1923
Setamatnya dari sana, ia lalu melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Diniyah Putri di pesantren Ar-Rasyidiyah, Padang Panjang. Saat pertama kali masuk, barulah dirinya satu-satunya santri perempuan.
Selain bersekolah, Rangkayo diam-diam mengikuti Gerakan Soematra Thawalib, yang diketahuinya dari Rahmah El Yunusiyyah, seorang tokoh pergerakan tersebut.
Gerakan ini, adalah gerakan yang dibangun oleh kaum Reformis Islam di Sumatera Barat, yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran Nasionalis Islam Turki, Mustafa Kemal Atatürk.
-*-
AWAL KARIR
1928
Setelah menamatkan sekolahnya, Rangkayo lalu mengajar di Madrasah Diniyah Putri, Pesantren Ar-Rasyidiyah, Padang Panjang.
Selain mengajar, Rangkayo juga memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria dan wanita. Lebih jauh lagi, ia menganggap perempuan Minang tidak saja perlu pendidikan, tetapi juga hak untuk berpolitik. Untuk itulah, ia berusaha memasukan Pendidikan Politik ke dalam kurikulum sekolah. Sayangnya, usulannya tersebut ditolak pengurus yayasan.
Rangkayo memilih keluar dari pesantren tersebut.
1930
Lepas dari Pesantren Ar-Rasyidiyah, membuat Rangkayo lebih memusatkan perhatiannya di Gerakan Soematra Thawalib. Ia turut terlibat dalam berdirinya Organisasi Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi. Organisasi ini, banyak mendirikan sekolah-sekolah di Sumatera Barat.
Dan pastinyalah, Rangkayo menjadi tenaga pengajar disana.
Selain itu, ia juga memimpin Kursus Putri dan Umum di Bukittinggi.
-*-
BELAJAR AGAMA
Merasa bahwa pengetahuan akan Agama Islam-nya masih kurang, Rangkayo lalu memperdalamnya ke Dr H Abdul Karim Amarullah (HAMKA). Dari sinilah, ketertarikannya kepada perjuangan untuk pembaharuan dan kebebasan berpikir, semakin terbuka.
Hal ini ditunjukan Rangkayo, saat demam poligami melanda Sumatera Barat. Rangkayo melakukan protes dan demonstrasi. Menurutnya, poligami telah melecehkan kaum perempuan.
-*-
MASA PERJUANGAN
PENJAJAHAN BELANDA
1932
Ketertarikannya kepada politik sepertinya sangatlah kuat, ia lalu bergabung dengan Sarekat Rakyat (SR), dan dipercaya sebagai sekretaris cabang.
Rangkayo adalah wanita yang cerdas, mandiri dan sangat kritis. Gaya bicaranya yang lugas dan tajam sempat membuatnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara Semarang oleh pemerintah Belanda. Sejarah mencatat, Rangkayo sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.
1935
Lepas dari penjara, Rangkayo meneruskan pendidikannya ke Islamic College pimpinan KH. Mukhtar Yahya dan Dr. Kusuma.
Sambil menuntut ilmu, Rangkayo juga menjadi seorang jurnalis di Majalah Raya. Majalah ini terkenal radikal, bahkan tercatat menjadi tonggak perlawanan rakyat di Sumatera Barat.
Melihat sepak terjang Rangkayo semakin menggila, pemerintah Belanda kemudian membatasi gerak lingkupnya, membuat Rangkayo memilih hijrah ke Medan, Sumatera Utara.
1937
Di Medan, Rangkayo mendirikan Majalah Menara Poeteri majalah ini terbit mingguan. Walau isinya banyak berbicara soal perempuan, tetapi tetap saja sasaran pokoknya adalah antikolonialisme’
Di majalah ini, Rangkayo mengasuh rubrik "Pojok", dengan nama samaran, Seliguri.
Sayangnya, majalah ini bangkrut, sehingga Rangkayo
memilih pulang ke kampung halamannya, Sumatera Barat.
PENJAJAHAN JEPANG
1943
Walau kembali ke kampung halamannya, semangat berpolitik Rangkayo tidak pernah surut, ia ikut ambil andil dalam berdirinya organisasi pemuda Nippon Raya di Padang, tetapi kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.
-*-
MENJADI WAKIL RAKYAT
1945
Setelah Indonesia merdeka, Rangkayo aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia.
Ia juga dipercaya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), mewakili Propinsi Sumatera Barat.
1959-1965
Rangkayo diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung, di Jakarta.
-*-
KELUARGA & AKHIR HAYAT
Dari pernikahannya, Rangkayo dikaruniai seorang putri bernama, Auda Zaschkya Duski Auda Zaschkya Duski, yang kemudian memberinya 6 orang cucu.
Pada tanggal 2 November 1965, di usia 55 tahun, Hj. Rangkayo Rasuna Said berpulang ke Rahmatullah. Jenazahnya kemudian di kebumikan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan.
9 tahun kemudian, melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974, ter tanggal 13 Desember 1974, atas jasa-jasa perjuangannya membela bangsa dan negara, pemerintah NKRI menganugerahi Rangkayo gelar “Pahlawan Nasional”.
--***--
SUMBER
1. Jajat Burhanuddin, “Ulama perempuan Indonesia”.
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Rasuna Said.
==========================================
NYI AGENG SERANG
Di masa Kesultanan Mataram Islam berkuasa di Jawa Tengah dan sekitarnya, tersebutlah sebuah Kadipaten yang kelak masyur sebagai tempat lahir seorang Srikandi Yogyakarta yang gagah berani. Kadipaten ini bernama Serang, dengan adipatinya yang bernama Kanjeng Pangeran Adipati Notoprojo.
Sebagai seorang pemimpin yang dekat dengan rakyatnya, Notoprojo lebih senang memakai gelar Panembahan ketimbang sebutan Pangeran maupun Adipati. Ia juga adalah Panglima perang Sultan Hamengku Buwono I, yang bergelar Panembahan Serang.
Wilayah kekuasaannya saat itu meliputi; Grobogan sampai dengan Semarang bagian selatan.
Notoprojo kemudian menikah dengan seorang wanita ’trah’ Sunan Amangkurat III. Dari pernikahan tersebut, ia dikaruniai 2 orang anak. Yang sulung lelaki, bernama Notoprojo Anom, sementara si bungsu adalah wanita bernama Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi.
Anaknya yang wanita inilah kelak menjadi Srikandi Yogyakarta yang dikenal dengan nama Nyi Ageng Serang.
-*-
MASA MUDA
Nyi Ageng Serang lahir pada tahun 1752, di Serang, Purwodadi, Jawa Tengah, dengan nama kecil Kustiyah. Ia masih keturunan ke-9 dari Sunan Kalijaga
Sejak kecil, Kustiyah sudah tekun berlatih ilmu keprajuritan dan agama. Ia sering ikut ayahnya berperang melawan Belanda.
Menginjak dewasa, ia menikah dengan Raden Mas Kusumowijoyo.
Setelah ayahandanya wafat akibat ulah Kompeni, Kustiyah lalu menggantikan kedudukan sang ayah sebagai junjungan di Serang dengan gelar Nyi Ageng Serang.
-*-
GERILYA
Dengan menggunakan taktik perang gerilya, Kustiyah dan suaminya, secara diam-diam sering melakukan serangan terhadap Belanda. Sehingga oleh pengikutnya ia dijuluki ”Jayeng Sekar”, sebuah sebutan penghormatan bagi wanita yang memiliki sifat-sifat pendekar. Pasukannya sendiri diberi nama Laskar Gula Kelapa wilayah Jawa Tengah daerah timur laut.
Sayangnya, suaminya, Raden Mas Kusumowijoyo, harus gugur di medan laga.
Saat Perang Diponegoro meletus pada tahun 1825, Kustiyah bersama menantunya, Raden Mas Papak, dan Pasukan Notoprojan ikut bertempur.
Walau usianya saat itu sudah 73 tahun dan harus ditandu, tetapi Kustiyah tetap teguh memimpin langsung pasukannya menyusuri Sungai Progo dan mendirikan markas di Bukit Traju Mas (Bukit Menoreh).
Oleh Pangeran Diponegoro, Kustiyah diangkat menjadi Ahli Siasat Perang.
Sampai Pangeran Diponegoro akhirnya tertangkap Belanda, ia tetap bersikeras melakukan perang gerilya melawan Belanda.
-*-
AKHIR HAYAT
3 tahun Kustiyah ikut bertempur membantu Pangeran Diponegoro, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri. Perjuangannya kemudian diteruskan oleh menantunya, Raden Mas Papak.
Pada tahun 1828, tepatnya 2 tahun sebelum Perang Diponegoro usai, dan di usianya yang ke 76 tahun, Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi alias Nyi Ageng Serang akhirnya berpulang ke Rahmatullah.
Jasadnya kemudian dimakamkan di Bukit Menoreh, sesuai permintaannya sebelum wafat.
Salah satu keturunan ke-5 dari Nyi Ageng Serang, yang juga menjadi Pahlawan Nasional Indonesia, adalah, Ki Hajar Dewantoro.
-*-
PENGHARGAAN
- Pada tahun 1833, Pemerintah Belanda memberikan penghargaan untuk Nyi Ageng Serang, juga tunjangan hari tua sebanyak 100 gulden setiap bulan kepada ahli warisnya.
- Atas jasa, perjuangan dan pengorbanannya untuk kemerdekaan Indonesia, Nyi Ageng Serang dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, berdasarkan SK Presiden RI No.084/TK/1974, pada tanggal 13 Desember 1974.
- Sebagai penghormatan atas perjuangannya, warga Kulon Progo mengabadikannya melalui sebuah ”Monumen Nyi Ageng Serang”, yang terletak di tengah kota Wates.
- Warga sekitar Kompleks Makam sering menggelar acara pementasan seni untuk mengenang kepahlawan Nyi Ageng Serang, yang digelar setiap bulan Suro (Muharram).
-*-
MAKAM NYI AGENG SERANG
Makam Nyi Ageng Serang terletak di Perbukitan Menoreh, tepatnya di Dusun Beku, Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, sekitar 32 km arah barat-utara dari Kota Yogyakarta.
Adapun rute perjalanan menuju Kompleks Makam Nyi Ageng Serang, adalah sebagai berikut;
Dari Yogyakarta ke arah Kenteng kemudian menuju Sendangsono, hingga pertigaan Piton belok kiri, lokasi tinggal sekitar 4 km lagi.
Jalan untuk menuju lokasi ini telah diaspal.
Kompleks Makam Nyi Ageng Serang sering juga disebut Makam Beku, karena letaknya yang berada di Dusun Beku.
Saat hendak memasuki kompleks makam, qt akan menjumpai sebuah monumen yang berisikan keterangan mengenai Nyi Ageng Serang sebagai Pahlawan Nasional.
Kompleks makam ini sendiri telah mengalami pemugaran pada tahun 1983, dengan bangunan berbentuk joglo yang terbagi dalam 2 bangunan yang dipisahkan oleh pagar.
Pada bangunan yang pertama, ditempati oleh Makam Nyi Ageng Serang, putrinya, serta para abdi dalem. Sedangkan bangunan yang kedua, terdapat makam Raden Mas Kusumowijoyo, Panembahan Notoprojo, ibu dan keluarga lainnya.
Di setiap malam Selasa Kliwon dan malam Jum'at Kliwon, banyak peziarah datang untuk ‘ngalab berkah’ di Makam Beku ini.
Adapun rute perjalanan menuju Kompleks Makam Nyi Ageng Serang, adalah sebagai berikut;
Dari Yogyakarta ke arah Kenteng kemudian menuju Sendangsono, hingga pertigaan Piton belok kiri, lokasi tinggal sekitar 4 km lagi.
Jalan untuk menuju lokasi ini telah diaspal.
Kompleks Makam Nyi Ageng Serang sering juga disebut Makam Beku, karena letaknya yang berada di Dusun Beku.
Saat hendak memasuki kompleks makam, qt akan menjumpai sebuah monumen yang berisikan keterangan mengenai Nyi Ageng Serang sebagai Pahlawan Nasional.
Kompleks makam ini sendiri telah mengalami pemugaran pada tahun 1983, dengan bangunan berbentuk joglo yang terbagi dalam 2 bangunan yang dipisahkan oleh pagar.
Pada bangunan yang pertama, ditempati oleh Makam Nyi Ageng Serang, putrinya, serta para abdi dalem. Sedangkan bangunan yang kedua, terdapat makam Raden Mas Kusumowijoyo, Panembahan Notoprojo, ibu dan keluarga lainnya.
Di setiap malam Selasa Kliwon dan malam Jum'at Kliwon, banyak peziarah datang untuk ‘ngalab berkah’ di Makam Beku ini.
--***--
Diedit dari berbagai Sumber
==========================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar