Selasa, 21 Maret 2017

TAMU TIDAK DIUNDANG (III)

C. BELANDA

1. AWAL KEDATANGAN
Kedatangan Belanda ke Nusantara, berawal dari tulisan Jan Huygen Van Linschoten, seorang penjelajah Belanda yang ikut dengan Portugis.

Ia menulis buku yang berjudul “Itinerario, Voyage Ofte Schipvert naer Oost ofte Portugaels Indiens” (Catatan Perjalanan ke Timur, atau Hindia Portugis), di tahun 1595.

Dalam buku tersebut termuat berbagai peta dan deksripsi amat rinci mengenai jalur pelayaran yang dilakukan Portugis ke Hindia Timur, lengkap dengan segala permasalahannya.

Lewat buku inilah, Belanda mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi Portugis di Nusantara, juga rahasia-rahasia kapal serta jalur pelayarannya.






Segera setelah mempelajari dengan cermat buku tersebut, sebuah perusahaan dagang Belanda yang bernama Compagnie van Verre membiayai sebuah ekspedisi dagang ke Nusantara yang dipimpin Cornelis de Houtman dan Pieter de Kaizer, berangkat menuju Nusantara, pada tanggal 2 April 1595. 

Dengan dilengkapi empat buah kapal, dan 249 awaknya, ekspedisi lalu menyusuri pantai barat Afrika menuju Tanjung Harapan, kemudian mengarungi Samudera Hindia dan masuk ke Indonesia melalui Selat Sunda. 

Pada tanggal 22 Juni 1596, rombongan Belanda berhasil berlabuh di Bandar Banten. Saat itu Banten berada di bawah pemerintahan Sultan Maulana Muhammad alias Pangeran Sedangrana (1585 - 1596). 

Kedatangan para maritim Belanda, awalnya diterima baik oleh masyarakat Banten, dengan diizinkannya mereka berdagang di Banten. Komoditi yang mendunia saat itu adalah lada.

Selain Pulau Jawa, ekspedisi juga menghampiri Pulau Sedayu, Madura, dan lainnya.

Selama memimpin ekspedisi ini Cornelis mengalami berbagai konflik intern. Hal ini menyebabkan ia harus kehilangan satu perahu dan banyak awaknya, saat kembali ke Belanda pada tahun 1597. Tercatat tiga kapal dan 89 awak, penuh berisi rempah-rempah dan benda berharga lainnya.
-*-

2. MISI MULA-MULA
Selanjutnya, pada tanggal 1 Mei 1598, Perseroan Amsterdam mengirim rombongan dagangnya ke Nusantara di bawah pimpinan Jacob Cornelisz van Neck, Wybrect van Waerwijck, dan van Heemskerck. Dengan dilengkapi 8 buah kapal, pada tanggal 28 November 1598, iring-iringan tiba di Banten.

Saat itu hubungan Kesultanan Banten, dibawah kepemimpinan Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulqadir alias Pangeran Ratu (1596 - 1647), dengan Portugis sedang memburuk.

Kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Belanda untuk mengambil simpati Kesultanan Banten. Belanda ikut mendukung kekuatan pasukan Kesultanan Banten menghadapi Portugis.

Alhasil, tidak hanya sikap bersahabat Kesultanan Banten saja yang diterima Belanda, 3 buah kapal Belanda yang penuh muatan rempah-rempah berhasil dikirim ke Belanda dan 5 buah kapal yang lainnya menuju Maluku. 

Sama halnya di Pulau Jawa, di Kepulauan Maluku, Belanda juga diterima dengan baik oleh rakyat Maluku karena dianggap sebagai musuh Portugis.

Dengan cerdiknya, Belanda memanfaatkan situasi yang terjadi di Nusantara saat itu.
-*-

3. MASA MENJAJAH
Setelah pengaruhnya berhasil mencengkeram beberapa kerajaan kepulauan, mulailah Belanda berusaha menguasai bumi Nusantara.

Sejarah mencatat, perjuangan penjajah Kolonial Belanda untuk menguasai bumi Pertiwi membutuhkan waktu 343 tahun, atau hampir 3 ½ abad. Dengan 3 kali masa penjajahan:
a. Dari tahun 1598 – 1811
b. Dari tahun 1816 – 1942
c. Dari tahun 1945 - 1949


a. 1598 – 1811
Setelah berakhirnya ekspedisi Jacob Cornelisz van Neck, Wybrect van Waerwijck, dan van Heemskerck, Belanda terus mengirim armadanya untuk menguasai Nusantara.

Selain itu, antara tahun 1598-1694, ada 3 negara Eropa yang berusaha menguasai Nusantara, mereka itu adalah:
- Portugis, di Kepulauan Indonesia Timur dan Tengah Bawah.
- Spanyol, di Kepulauan Indonesia Tengah Atas.
- Belanda, Kepulauan Indonesia Barat, Tengah Atas dan Timur.

MASA VOC
Pada 20 Maret 1602, di Amsterdam, atas prakarsa Pangeran Maurits dan Johan van Olden Barnevelt, dibentuklah suatu wadah yang merupakan perserikatan dari berbagai perusahaan dagang yang tersebar di enam kota di Belanda. Wadah itu diberi nama Verenigde Oost-Indische Compagnie (Persekutuan Maskapai Perdagangan Hindia Timur) disingkat VOC.

Pemerintah Kerajaan Belanda (dalam hal ini Staaten General), memberi “izin dagang” (octrooi) pada VOC. 

Lembaga ini boleh:
- Menjalankan perang dan diplomasi di Asia
- Merebut wilayah-wilayah yang dianggap strategis bagi perdagangannya. 
- Memiliki angkatan perang sendiri dan mata uang sendiri.
- Hanya armada-armada dagang VOC yang boleh berdagang di Asia (monopoli perdagangan).

VOC mengalami tiga kali perpindahan kantor pusat:
- 1602, di Banten, dikepalai Francois Witter. 
- 1610, di Ambon, dipimpin De Heren Zuventien (Dewan Tujuh Belas) dengan Pieter Both sebagai gubernur jenderal yang pertama.
- 1619, di Batavia (Jakarta), dipimpin Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen.

VOC menguasai kota-kota dagang di Nusantara selama 197 tahun (1602-1799), mulai dari Gubernur Jenderal Pieter Both sampai kepada Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten. Sementara di daerah pedalaman, raja-raja dan para bupati hanya sebatas menjadi “tusschen personen” (perantara).

Didalam sepak terjangnya VOC banyak mengeluarkan peraturan-peraturan sepihak yang menguntungkan Belanda, tetapi menyengsarakan rakyat Nusantara, seperti:
- Hak Ekstirpasi; hukuman bagi para pelanggar monopoli perdagangan.
- Ekspedisi Hongi; Pelayaran bersenjata lengkap, untuk mengawasi jalannya monopoli perdagangan.
- Politik Devide Et Impera; Memecah belah dan menguasai daerah. 

Nusantara pun berubah nama menjadi Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda)

Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC bangkrut akibat korupsi dan ’miss-management’. Pemerintah Belanda lalu menyita semua aset VOC, termasuk wilayah-wilayah yang dikuasainya.

Mulailah zaman kekuasaan Gubernur Jenderal, yang diawali oleh Pieter Gerardus van Overstraten pada tanggal 1 Januari 1800.

Pada tanggal 18 September 1811, saat Gubernur Jenderal Jan Willem Janssens memimpin Hindia Belanda, Kerajaan Belanda bertekuk lutut pada Kekaisaran Perancis yang berhasil menguasai negara Belanda dibawah kepemimpinan Napoleon Bonaparte, Kaisar Perancis. Belanda kemudian menyerahkan Nusantara kepada Inggris sebagai wakil Perancis di Asia Tenggara.



b. 1816 – 1942
Pada tahun 1816, Perancis kalah perang, sehingga Inggris yang sebagai sekutunya, mengembalikan semua daerah jajahan ke pihak Belanda lagi. 

MASA KEKUASAAN GUBERNUR JENDERAL
Untuk kedua kalinya Nusantara kembali dikuasai Kolonial Belanda, yang dimulai dengan Gubernur Jendral GAG. Ph. van der Capellen, pada tanggal 16 Agustus 1816.

Dalam masa kekuasaan para Gubernur Jenderal, sama halnya dengan VOC, juga banyak menerbitkan peraturan yang menyengsarakan rakyat Nusantara, seperti;
- Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) oleh Gubernur Jendral Johannes van den Bosch, tahun 1830.
- Aturan Benteng (Benteng Stelsel), oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch, 1830.
- Politik Pintu Terbuka (Open Door Policy) ) oleh Gubernur Jendral Pieter Mijer, tahun 1870. 
- Politik Etis, masa Gubernur Jendral Willem Rooseboom, yang di cetuskan oleh CTh. van Deventer, tahun 1901.
- Sistem Garis Pemusatan (Konsentrasi Stelsel), masa Gubernur Jenderal Johannes Benedictus van Heutsz, 1904.

BERHASIL MENGUASAI NUSANTARA
Sejarah mencatat baru pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Johan Paul van Limburg Stirum, pada tahun 1917, Belanda untuk pertama kalinya berhasil menguasai Nusantara. 

Namun keberhasilan ini hanya berusia pendek, 25 tahun saja, karena pada tahun 1942, Belanda menyerah kalah kepada pasukan Kekaisaran Jepang.

Saat Gubernur Jenderal Dr. Hubertus Johannes van Mook berkuasa, pada tanggal 9 Maret 1942, Belanda menyerah pada Jepang, di Kalijati, Subang, Jawa Barat.

Hindia Belanda menjadi jajahan Jepang dan berganti nama menjadi To-Indo (Hindia Timur).


c. 1945 – 1949
Pada saat Jepang menyerah kepada Sekutu, tanggal 14 Agustus 1945 dan setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, tanggal 17 Agustus 1945, Belanda ternyata diam-diam membonceng tentara Sekutu.

USAHA MENGUASAI KEMBALI
Tentara Kerajaan Belanda yang dipimpin oleh Dr. Hubertus Johannes van Mook, dikenal dengan sebutan NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie), mengambil kesempatan untuk menguasai tanah air qt lagi. Diam-diam mereka mempersenjatai pasukannya yang tiga tahun lalu ditinggalkannya. Lalu terbentuklah KNIL [het Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger], atau Tentara Kerajaan Belanda di Indonesia.

Berbagai cara dihalalkan Belanda demi merebut kembali daerah jajahannya, antara lain seperti, Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947 - 5 Agustus 1947), Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948) dan Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta.

Barulah pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia.


CATATAN
Jelaslah kini bahwa:
1. Belanda bukan MENGUASAI Indonesia selama 350 tahun, tetapi BERUSAHA MENGUASAI Indonesia selama 343 tahun.
2. Barulah pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Johan Paul van Limburg Stirum, pada tahun 1917, Belanda untuk pertama kalinya berhasil menguasai Nusantara. 
3. Keberhasilan ini hanya berusia pendek, 25 tahun saja, karena pada tahun 1942, Belanda menyerah kalah kepada pasukan Kekaisaran Jepang.

-*-



4. PENINGGALAN
Sebagai bangsa penjajah yang paling lama bercokol di Indonesia, pastilah Belanda banyak meninggalkan obyek sejarah di tanah air ini. Mulai dari bahasa, budaya, kuliner, busana hingga bangunan.

Berikut ini adalah beberapa peninggalan yang terpenting ditinggalkan Kolonial Belanda, dan masih dipergunakan hingga kini:

a. 1746
Gedung Filateli (dulunya Kantor Pos Pasar Baru), di Jakarta (Batavia), terletak di Jalan Pos no. 2, Pasar Baru, Jakarta. Sebelum berubah fungsi menjadi Gedung Filateli, dahulunya merupakan Gedung Kantor Pos pertama di Indonesia, yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff pada tanggal 26 Agustus 1746.

b. 1750
Istana Bogor, (dulunya Istana Buitenzorg), di Bogor, adalah tempat peristirahatan para Gubernur, yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff, pada tahun 1745-1750.

c. 1808
Jalur Pantai Utara Jawa/Pantura (dulunya Jalan Raya Pos), adalah jalan raya yang terbentang dari Anyer, di Jawa Barat, hingga Panarukan, di Jawa Timur, pembuatannya diprakarsai oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, pada tahun 1807, dan resmi digunakan pada tahun 1808.

d. 1848
Agama Kristen Protestan, yang diawali penyebarannya pertama kali, dengan kedatangan Pendeta Jallesma, sebagai utusan dari Nederlandsche Zendeling Genootschap (NZG), pada tahun 1848. 

e. 1929
Stasiun Kereta Api Jakarta Kota (dulunya Stasiun Beos), di Jakarta, adalah stasiun kereta api terbesar di Indonesia. BEOS sendiri adalah kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), yang didirikan oleh Frans Johan Louwrens Ghijsels, dan diremikan penggunaannya oleh Gubernur Jendral Andries Cornelis Dirk de Graeff, pada tanggal 8 Oktober 1929.

f. 1933
Observatorium Bosscha (dulunya Bosscha Sterrenwacht), Lembang, Jawa Barat, merupakan peneropongan bintang tertua di Indonesia. Ide pendiriannya oleh Johan George Erardus Gijsbertus Voûte, yang dibiayai oleh Karel Albert Rudolf Bosscha (nama gedung ini mengambil dari dirinya), dan dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV). Peresmiannya sendiri adalah pada tahun 1933.
-**-

Diambil dari berbagai Sumber.






1 komentar: